Boraks
adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7)
berbentuk padat, jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan
asam borat (H3BO3). Dengan demikian bahaya boraks identik
dengan bahaya asam borat (Khamid, 1993). Asam borat merupakan asam lemah dengan
garam alkalinya bersifat basa, mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk
halus kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta
agak manis.
Boraks
atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen dan
antiseptik. Namun boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai
makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat, dan
pangsit. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak berakibat buruk
secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena
diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Larangan penggunaan boraks juga
diperkuat dengan adanya Permenkes RI No 235/Menkes/VI/1984 tentang bahan
tambahan makanan, bahwa Natrium Tetraborate yang lebih dikenal dengan nama
Boraks digolongkan dalam bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan,
tetapi pada kenyatannya masih banyak bentuk penyalahgunaan dari zat tersebut
(Subiyakto, 1991 dalam Indra Tubagus, dkk, 2013: 143).
Boraks
merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan, sehingga menghasilkan
tekstur dan bentuk yang bagus, misalnya bakso dan kerupuk. Bakso yang
menggunakan boraks, memiliki kekenyalan khas, berbeda dengan bakso yang
kandungan dagingnya tinggi dan akan membuat bakso tersebut bertahan lama.
Menurut Mela Sastaviyana Suhendra (2013: 1), selain sebagai pengenyal, dalam
pembuatan bakso boraks dapat memberikan rasa gurih.
Boraks
menimbulkan efek racun/ toksik pada manusia, toksisitas boraks yang terkandung
dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen namun zat tersebut akan
terakumulasi dalam tubuh. Menurut Asterina (2008: 176), penggunaan boraks untuk
pengawet bahan makanan dapat menyebabkan mual, muntah-muntah, diare, kejang
perut, demam, pusing dll. Bagi yang mengkomsumsinya dan untuk jangka panjang
dapat menyebabkan penyakit kanker, sebab zat pengawet sulit diuraikan oleh
tubuh.
Adanya
boraks dalam sampel makanan dapat diketahui dengan melakukan analisa kualitatif
terhadap sampel makanan, sedangkan kadarnya dianalisa secara kuantitatif.
Metode analisa terhadap kandungan boraks dalam suatu sampel makanan yaitu
dengan metode analisa kuantitatif dengan reaksi warna ataupun reaksi nyala.
Adanya asam borat dalam suatu sampel jika direaksikan dengan H2SO4
(pekat) dan metanol pada sampel yang telah disentrifugasi akan
menghasilkan nyala berwarna hijau jika dibakar (Maryati, M.Si, dkk : 2015)
DAFTAR PUSTAKA
Asterina. (2008). Identifikasi dan Penentuan Kadar Boraks pada
Mie Basah yang Beredar Dibeberapa Pasar di Kota
Padang. Majalah Kedokteran Andalas.No.2.Vol.32. Juli - Desember 2008.
Diakses dari http://mka.fk.unand.ac.id/images/articles/No_2_2008/hal_175-179-isi.pdf pada
tanggal 1 November 2015.
Indra Tubagus, dkk, (2013). Identifikasi dan Penetapan Kadar Boraks dalam Bakso Jajanan di Kota Manado. Pharmacon: Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT. Vol. 2 No. 04. November 2013. ISSN 2302-2493. Diakses dari http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/article/download/3104/2648.pada tanggal 1November 2015.
Khamid, 1993. Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Kompas
Maryati, M.Si, dkk, (2015). Diktat Petunjuk Praktikum Analisis Senyawa Kimia. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Mela Sastaviyana Suhendra. (2013). Analisis Boraks dalam Bakso Daging Sapi dan di Daerah Tenggilis Mejoyo Surabaya Menggunakan Spektrofotometer. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 2 No. 2. Diakses dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=130774&val=5455 pada tanggal 01 November 2015.