Minggu, 04 Oktober 2015

CERPEN : Belajar Mengikhlaskan Lagi

Hari ini tanggal 30 September, dia nemuin aku, mas X nemuin aku ya Allah

Ada rasa sedikit senang ketika melihat dia menunggu di depan gerbang, karena aku sangat merindukannya. Bahkan setiap malam aku selalu berharap ditempat itu, ditempat yang biasa ia nunggu, ada dia dengan senyumnya yang manis, yang selalu tersenyum ketika menyambut aku.

Aku selalu merindukannya ya Allah, ketika aku pulang ke kos selalu ku pandangi tempat itu. Tempat dimana dia menjemput aku. Tak pernah hilang, bayangan dia di situ tak pernah hilang. Aku masih selalu saja berharap, dia datang, dia berada di situ. Namun hanya kosong, hanya rumput dan tembok rumah tetangga yang ada, tak ada dia

Dan malam ini dia datang. Akan tetapi kedatangannya saat ini berbeda, bukan kedatangan ingin bertemu tapi kedatangan untuk berpisah, berpamitan meninggalkanku, kenangan dengannya, rasa ini, untuk selama-lamanya.

Dia datang dengan motor biasanya, motor jupiter merah. Aku masih sangat ingat betul bagaimana proses pewarnaan motor itu, dimana bengkel tempat reparasi motor itu, karena saat itu aku menemani dia, aku di samping dia. Ketika hubungan kita masih baik-baik saja. Juga dia mengenakan jaket, jaket yang belinya juga bareng aku. Dia membeli jaket itu dengan aku, menanyakan apakah jaket itu pantas untuknya, kita memilih bersama. Aku masih sangat mengingat itu ya Allah, aku ingat itu. Motor dan jaket itu adalah saksi bisu, kenangan aku dan mas X selama ini.

Ketika melihat dia, aku sudah berusaha biasa saja, bersikap tegar, seolah-olah tidak ada apa-apa. Aku harus stay cool, tekadku dalam hati. Tetapi ketika melihat matanya, mendengar suaranya, hatiku pilu, perasaan sedih bahagia bercampur jadi satu, karena aku benar-benar sangat merindukannya. Merindukan mas X, sosok yang sangat aku cintai, yang bisa jadi teman, kakak laki-laki, dan kekasih hatiku. Aku merindukan berdebat dengannya, mendengarkan nasehat darinya, nasehat yang terkadang jauh dari logikaku, tapi kalau dipikir-pikir juga ada benarnya, mungkin karena umurnya lebih dewasa jadi pemikirannya juga lebih dewasa. Berbeda jauh dengan aku, yang masih sangat kekanak-kanakan.

Oh ya sebelumnya, waktu itu, ketika dia datang aku tidak tahu, aku melihat dia ketika akan keluar dengan mbak D yaitu mbak kosku, saat mau membeli makan. Dan ketika didepan kos, bersiap untuk pergi, melihat sosok laki-laki yang aku kenal, dan ternyata benar, aku sangat mengenal laki-laki itu, walaupun aku hanya melihat punggungnya saja diantara ribuan orang, aku pasti akan mengenalnya, itu mas Xku. Sebelumnya pula, ketika aku pulang dari kos W, dan mengantar J pulang, J berkata hati dia deg-degan. Dan aku mencoba menenangkan J bahwa aku juga sering begitu dan tidak terjadi apa-apa. Namun ketika aku bilang seperti itu hatiku juga merasakan deg-degan, dan itu berlanjut sampai malam. Ternyata aku salah, rasa deg-degan itu memang sebuah pertanda, dia datang.

Sambil membonceng motor, aku meminta mbak D untuk pelan karena aku ingin menyapa dia. “Mas X, mas nyari siapa? Nyari mbak E?” tanyaku dengan dia. Dan dia menjawab “Iya” dengan nada sedikit agak kebingungan. Mungkin kaget melihat aku. Lalu aku menyuruh mbak D untuk melajukan kembali motornya. Dan jelas mbak D menggoda aku “Ciyee, ehem dia udah gak nyariin kamu hlo”. Lalu aku menjawab “Ya udah gak papa mbak”. “Ahh yang bener”. “Iiih mbak D”. Tetap saja ketahuan, walau mulut berkata tidak apa-apa, tapi hati tetap merasakan ada apa-apa, dan aku selalu gak bisa nyembunyiin hal itu ke mbak D. Saat membeli makan pun aku masih kepikiran mas X yang ada di depan kosku tadi, dan langsung deh aku merasa perutku sakit dan kebelet pipis. Entah kenapa setiap akan ketemu mas X, aku selalu ingin ke kamar mandi, dan itu selalu terjadi. Dulu ketika dia sudah menjemput aku di depan kos, dia pasti selalu nunggu aku. Dan aku selalu berkata “Maaf mas, tadi pipis dulu”. Akhirnya tiba waktu untuk kembali. Mbak D lagi-lagi menggoda aku, “Kira-kira dia masih ada gak ya”. “Udah gak da mungkin mbak, tapi kalau masih ada, aku harus bersikap biasa ja” tukasku.

Dan benar ketika aku kembali ke kos lagi, dia masih ada disana bersama mbak E. Mbak E adalah mbak kosku, teman satu kelasnya mas X. Mbak E lantas mencegat motornya mbak D dan menyuruhku untuk berhenti. Aku bingung, dan aku bilang ke mbak E, mau ngasih pesanan makanan ke temen kosku yang nitip. Tapi mbak E bilang, biar mbak E yang ngasihin dan aku disuruh nemuin mas X. Lalu akhirnya, tiba juga waktunya aku nemuin dia. Mbak E hanya senyum-senyum, melihat sikapku, katanya mukaku memerah dan tanganku dingin. Ya mungkin seperti itu keadaanku, karena aku memang sangat grogi waktu itu.

“Ada apa mas” begitu ucapku mengawali perbincangan kita. “Gimana kabarnya” tanya mas X. Aku menjawab sekadarnya dan kembali menanyakan pertanyaan yang sama kepada dia dan berlanjut ke perbincangan tentang kesibukan masing-masing. Aku tak berani melihat matanya lama-lama, karena aku takut dia bisa melihat aku yang sebenarnya, aku yang hanya berpura-pura terlihat baik-baik saja. Diam dan diam, kami memilih diam ketika perbincangan telah kehabisan topiknya. Lalu dia memberikan beberapa makanan untuk aku, dan di makanan itu pasti jelas ada Oreo, makanan kesukaanku, mas X tahu betul, aku sangat suka Oreo. Dan akhirnya mas X mengangkat bicara kembali, pembicaraan yang lebih serius. Dia berpamitan akan pergi ke kalimantan dan berkata kepadaku untuk mengikhlaskannya, serta mungkin ini pertemuan terakhir dengannya. Kemudian dia memberikan segala klarifikasi tentang perasaanya dan segala permasalahan yang terjadi di hubungan kita. Serta tak lupa dia memberikan nasehat-nasehat ke aku. Aku yang awalnya sudah bertekad stay cool, akhirnya sudah tidak bisa lagi bersandiwara, tak terasa air hangat menetes di pipi, aku sedih sangat sedih, aku menangis, aku gak bisa membendung air mata itu ya Allah. Hatiku rasanya sakit, sangat sakit, rasa sakit ini sangat mirip ketika aku ditinggal pergi bapak ibu. Melepas dia seperti melepas bapak ibuku yang sudah tidak ada di dunia ini lagi. Aku selalu berharap bisa hidup bersama mas X selamanya, karena dia sudah sangat klik di hatiku, dia sudah aku anggap sebagai pengganti orang tuaku yang sudah tidak ada. Namun sekarang, kita harus pisah. Tapi mungkin ini takdirmu ya Allah, aku harus berpisah dengannya.

“Aku akan belajar, aku akan belajar mengikhlaskan sesuatu lagi, setelah mengikhlaskan kepergian bapak ibuku, yang meninggalkanku untuk selama-lamanya, dan sekarang aku mengikhlaskanmu, mengikhlaskan mas X pergi dari hatiku”

“Mungkin ini lah skenario yang digariskan oleh Allah, apa daya aku hambanya jika memang ini garisnya. Terima kasih ya Allah telah mempertemukan aku dengan mas X. Semoga ada hikmah di balik kejadian ini”

“Terima kasih mas X, terima kasih atas doa yang telah kau berikan ke aku. Semoga doa itu juga berbalik ke mas”

“Selamat jalan mas. . selamat jalan ke kalimantannya, semoga sukses, adek selalu doain yang terbaik untuk kamu”.




our pict our love*

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates